Minggu, 08 Februari 2015

Pamer Luka

"Memamerkan luka hati di facebook,twitter sama dengan terpeleset jatuh kemudian nyuruh orang-orang nonton, selain diketawain, gak ditolong." (Rindu Ade)

Rasululloh SAW bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakan yang baik atau diam" . Rukun iman semuanya ada enam ; Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rosul Allah, Hari akhir, Qodo dan Qodar. Dalam hadits diatas hanya disebutkan iman kepada Allah dan Hari akhir, tidak disebutkan ke empat rukun iman yang lainnya. Disini menegaskan bahwa perkataan yang baik atau pun yang jelek, semua akan dipertanggung jawabkan oleh Allah nanti pada hari akhir yaitu hari pembalasan, terkadang kita menganggap remeh terhadap perkataan seolah-olah perkataan yang kita anggap sederhana itu tidak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah pada hari akhir.

Perkataan seseorang menunjukan kualitas diri orang tersebut ibarat teko yang berisi kopi maka kalau dituang ia akan mengeluarkan kopi, perkataan yang baik dan tulus itu keluar dari pribadi yang baik. Dan pribadi yang buruk ia akan mengeluarkan perkataan yang buruk, hinaan, caci maki, cemoohan, celaan, keluhan dan beraneka macam keburukan lisan yang bisa menyakiti orang lain.

Lidah lebih tajam daripada pedang, luka fisik itu mudah disembuhkan, tapi tidak dengan luka hati. Penyebab kebanyakan dari luka hati adalah perkataan yang menyakiti, dan ternyata perkataan yang keluar dari mulut kita bukan hanya bisa menyakiti orang lain tapi bisa menyakiti diri kita sendiri, yaa KELUHAN itu akan menyakiti diri sendiri.

Di era teknologi yang kian maju ini dimana hampir setiap orang memliliki akun media sosial baik itu Facebook, twitter, path, dan lain-lain dan saya rasa hadis yang tadi diatas relevan jika digunakan untuk jadi rambu-rambu dalam kita menulis di status media sosial, "tulis yang baik atau diam". Tulisan kita di media sosial merupakan batu nisan kita, ketika nanti meninggal dunia tulisan di status media sosial akan tetap bisa dibaca orang lain, apakah kita mau dikenang sebagai seorang pengeluh, tukang caci maki?


Saat kita punya masalah tidak perlu dipamerkan merasa diri paling menderita se-dunia, saat ada teman yang berkomentar terkadang kita katakan dengan nada nyolot "lu gak akan pernah bisa merasakan apa yang gue rasa, lu tau apa tentang hidup gue" hmmmmm... so what gitu.
Padahal saya yakin setiap orang pernah punya masalah tapi ada yang bisa menjaga perasaan, sehingga seberat apapun masalahnya ia tetap tampil elegan, karena bahagia dan tidaknya seseorang semata-mata adalah hasil dari kemampuan mengolah rasa.

Menuliskan luka di status media sosial hanya akan membuat luka itu awet karena terlalu mendramatisir keadaan, dan pastinya orang gak bakalan simpati. Pengeluh itu ia akan cenderung dijauhi karena orang akan bosan mendengar keluhan, keluhan itu susunan kata yang berbaris membentuk kalimat yang negatif dan tidak enak didengar.

Teringat dengan pernyataan Mba Rindu Ade : "bahagia dan tidak bahagia sangat tergantung dari bagaimana saya mengolah rasa, dan dewasa tidak dewasanya saya tergantung seberapa jauh saya mampu mentertawakan luka saya". beliau menertawakan luka, berarti baginya luka adalah sesuatu hal yang lucu mungkin. Tapi kalau dipikir-pikir sih iya juga, karena luka itu mendewasakan kita dan membuat kita kuat jadi ketika ada luka menghampiri peluklah ia dengan cinta, karena luka membuat kita dewasa.

Terima kasih..